Komisi VI DPR Dorong Pemerintah Gunakan Kebijakan No Layoff Terkait Wacana Merger BUMN
RSI.com - Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan, mendorong pemerintah menggunakan prinsip no layoff policy atau no involuntary layoff dalam dokumen merger BUMN. Proses merger BUMN harus dilakukan secara hati-hati dan berkeadilan.
Efisiensi bisnis, menurut Nasim, tidak boleh dimaknai sebagai pengurangan karyawan secara masif. Ia mendorong klausul perlindungan tenaga kerja harus dimasukkan dalam RUPS, SK BP dan Danantara, serta perjanjian merger.
Pemerintah sebagai pemegang saham pengendali harus mengambil langkah tegas agar merger BUMN tidak berdampak negatif terhadap stabilitas ketenagakerjaan nasional.
"Dalam Raker bersama Danantara dan BP BUMN beberapa waktu lalu saya sudah sampaikan, bila PHK hanya boleh dilakukan secara alami, seperti pensiun, pengunduran diri sukarela, atau berakhirnya kontrak kerja," ujar Nasim dikutip dalam keterangannya, Rabu (17/12/2025).
Ia kemudian mengingatkan pentingnya talent dan job mapping lintas BUMN sebelum merger efektif. Hal ini agar mengidentifikasi jabatan yang tumpang tindih serta menyesuaikan kompetensi karyawan dengan kebutuhan bisnis baru.
Karyawan dengan posisi yang overlap, ujar Nasim, harus dialihkan (redeployment) ke anak usaha, proyek baru, atau unit bisnis yang masih kekurangan SDM.
Nasim menilai program reskilling dan upskilling massal harus menjadi prioritas utama. Pelatihan ulang difokuskan pada keterampilan masa depan seperti digitalisasi, manajemen risiko, manajemen proyek, dan ESG.
"Pelatihan harus menjadi syarat mutasi, bukan alasan PHK," terangnya.
Dalam proses merger, harmonisasi struktur dan grade jabatan harus dilakukan berdasarkan beban kerja dan tanggung jawab, bukan sekadar kesamaan nama jabatan. Penggunaan sistem job grading nasional BUMN dinilai penting agar tidak terjadi kelebihan pegawai secara administratif.
Selain itu, Nasim mendorong optimalisasi mobilitas internal BUMN melalui mekanisme talent mobility lintas holding, serta pembentukan internal job market sebelum membuka rekrutmen eksternal.
Nasim juga menegaskan perlunya melibatkan serikat pekerja sejak awal proses merger. Transparansi dan komunikasi intensif dinilai krusial untuk menjaga stabilitas dan kepercayaan karyawan.
Sebagai bentuk akuntabilitas, ia mengusulkan pembentukan tim pengawas SDM pasca-merger yang melibatkan Kementerian BUMN, holding, dan unsur independen, dengan indikator kinerja yang jelas seperti rasio PHK nol, tingkat redeployment, dan keberhasilan reskilling.
Ia pun menekankan pentingnya komunikasi publik yang konsisten. Pemerintah dan manajemen BUMN harus menegaskan bahwa merger bertujuan untuk efisiensi bisnis dan penguatan daya saing, bukan efisiensi tenaga kerja.
"Kepastian ini penting untuk menjaga moral dan produktivitas karyawan BUMN," pungkasnya.
Sumber: beritanasional.com
